Sabtu, 23 Maret 2013

contoh analisis jurnal bioteknologi



Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 10, No. 1, 2005, pp. 24-34 M. Kosmiatin dan I. Mariska
ABSTRACT
Mungbean development in Indonesia is very low due to
complicated good seedling preparation, harvest not the same
time, and development of mungbean diseases without varieties
tolerant to diseases. Interspecific hybridization is a promising
way to get tolerant characters from wild species. Black gram
has a good tolerance to diseases but crossing with mungbean
often failed caused by incompatible among them. The
objectives of the experiment were to cross mungbean and
black gram, to rescue the embryo and doubling F1 plant with
cholchicine to yield F1 amphidiploid. Three black gram
varieties (VR-34, VR-35, No. 19/1) were crossed with mungbean
(Walet) in the greenhouse. Embryos were harvested at
1, 2, and 3 weeks after pollination. Sterile embryos were
cultured in Knudson and modified Knudson media combined
with BA 0 and 1 mg/l and MS media with addition of IAA 0.01
mg/l and kinetin 0.1 mg/l. Chromosome doubling was
conducted by treated the germinated embryos with 0, 0.05,
0.15, and 0.25% colchicine and incubated for 1, 2, and 3 days.
The result showed that using Walet as female parent and black
gram VR-35 as male parent produced the highest percentage
of succesful crossing. The embryos of the crosses could
germinate on different media used. Germination of the
embryos increased linearly with embryo age and the addition
of BA 1 mg/l. Shoots after chromosome doubling could be
produced from 0.15% colchicine treatment and incubated for
2 days.
[Keywords: Vigna radiata, V. mungo, interspecific hybridization,
embryo culture]
ABSTRAK
Pengembangan kacang hijau di Indonesia belum maksimal
antara lain karena sulitnya petani memperoleh benih yang
berkualitas, waktu panen yang tidak serempak, dan berkembangnya
penyakit yang tidak diikuti dengan penyediaan
varietas tahan penyakit. Persilangan antarspesies memungkinkan
untuk mendapatkan sifat ketahanan yang banyak terdapat
pada spesies liar. Kacang hitam memiliki ketahanan
terhadap berbagai penyakit dan memberikan harapan
keberhasilan bila disilangkan dengan kacang hijau. Penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan aksesi kacang hitam yang
sesuai untuk disilangkan dengan kacang hijau, umur yang tepat
Kultur embrio dan penggandaan kromosom hasil persilangan
kacang hijau dan kacang hitam
Embryo culture and chromosome doubling of mungbean and black gram hybrid
M. Kosmiatin dan I. Mariska
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
Jalan Tentara Pelajar Nomor 3A, Bogor 16111, Indonesia




 



TUGAS PENGANTAR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
MENGANALISIS JURNAL BIOTEKNOLOGI
NAMA : KEVIN ALEXANDER LERRICK
NIM : C51112250



AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2012/2013



JURNAL 1 : Kultur embrio dan penggandaan kromosom hasil persilangan
kacang hijau dan kacang hitam

JURNAL 2 : Regenerasi Tanaman dan transformasi genetic salak pohon untuk rekayasa buah partenokarpi

JURNAL 3 : Keragaman pola pitabeberapa aksesi nenas beberapa analisis isozim
















Jurnal 1:
 
Judul
Kultur embrio dan penggandaan kromosom hasil persilangan
                                                kacang hijau dan kacang hitam
1.      Pengantar dan Tujuan
Pengembangan kacang hijau di Indonesia belum maksimal antara lain karena sulitnya  berkembang nya penyakit dengan tidak menyiapkan varietas yang tahan terhadap penyakit. Persilangan antarspesies memungkinkan untuk mendapatkan sifat ketahanan yang banyak terdapat spesies liar. Kacang hitam memiliki ketahanan terhadap berbagai penyakit dan memberikan harapan bila di silangkan dengan kacang hijau.
Penulis bertujuan untuk mendapatkan aksesi kacang hitam toleran penyakit kudis yang sesuai untuk disilangkan dengan kacang hijau varietas Walet, mengetahui umur yang tepat untuk menyelamatkan embrio dan mencari formulasi media yang sesuai untuk mengecambahkannya, serta mengetahui konsentrasi kolkisin yang dapat menggandakan kromosom F1 hasil persilangan. Kacang hijau sebagai tetua betina serta  kacang hitam dengan tiga aksesi yaitu no. VR-34, VR-35, dan lokal Madura No. 19/1 sebagai tetua jantan.
2.      Metode
-          Subjek : Bahan tanaman yang digunakan sebagai tetua persilangan adalah kacang hijau varietas Walet sebagai tetua betina serta kacang hitam nomor aksesi VR-34, VR-35, dan local Madura No. 19/1 sebagai tetua jantan. Bahan tanaman ditanam di kamar kaca dengan pemupukan sesuai dengan rekomendasi.
-          Tampat : penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2002 hingga Mei 2004 di laboratorium kultur jaringan dan rumah kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian, Bogor.
-          Penulis menggunakan tiga metode penelitian yaitu : persilangan kacang hijau dan kacang hitam, kultur embrio , serta penggandaan kromosom.
      
       Metode
1.      Persilangan kacang hijau dan kacang hitam
Dilakukan di kamar kaca Kastrasi bunga yang akan digunakan sebagai tetua betina dilakukan pada sore hari (pukul 16.00-18.00 WIB) sebelum bunga mekar dan dipilih kuncup bunga yang diperkirakan akan mekar keesokan harinya. Polinasi dilakukan setelah bunga mekar sempurna pada pukul 06.00-08.00 WIB. Polong dipanen pada umur 1, 2, dan 3 minggu setelah polinasi. Selanjutnya polong disimpan dalam lemari pendingin selama 2 hari sebelum diisolasi. Pengamatan dilakukan terhadap keberhasilan polinasi, jumlah polong yang terbentuk, dan polong yang gugur. Keberhasilan polinasi dicirikan dengan layunya bunga yang diserbuki dan munculnya bakal polong.




2.      Kultur Embrio
Embrio yang akan dikulturkan diisolasi dari polong yang disimpan di dalam lemari pendingin. Sebelum embrio diisolasi, polong disterilkan kemudian embriodiisolasi dengan cara membuka kulit biji. Selanjutnya embrio ditanam/dikulturkan pada medium perkecambahan. Embrio umur 1, 2, dan 3 minggu setelah polinasi dikulturkan pada medium dasar Knudson dan Knudson yang dimodifikasi (Tabel Lampiran 1) ditambah dengan BA 1 mg/l. Sebagai pembanding, embrio dikulturkan pada medium MS yang ditambah dengan IAA 0,01 mg/l dan kinetin 0,1 mg/l (Gosal dan Bajaj 1983). Pengamatan
dilakukan terhadap persentase embrio yang berkecambah, waktu perkecambahan, serta penampakan kecambah dan biakan in vitro.
3.      Penggandaan kromosom
Penggandaan kromosom dilakukan pada embrio muda yang paling baik perkecambahannya. Embrio digandakan dengan mengkulturkannya pada medium perkecambahan dengan menambahkan kolkisin 0; 0,05; 0,15; dan 0,25% kemudian diinkubasi selama 1, 2, dan 3 hari. Embrio yang sudah diperlakukan dengan kolkisin disubkultur pada media pemulihan yaitu media Knudson + BA 1 mg/l yang ditambah dengan arang aktif 0,2%. Pengamatan dilakukan terhadap persentase embrio yang berkecambah dan jumlah kromosom pada jaringan yang diperlakukan dengan



3.     Hasil dan Pembahasan
a.       Persilangan kacang hijau dan kacang hitam
Pada metode ini penulis menjelaskan keberhasilan persilangan antarspesies sangat ditentukan oleh kedekatan kekerabatan nya. Semakin dekat kekerabatan nya semakin meningkatkan hasil pesilangan. Sebaliknya hubungan yang semakin jauh akan memperkecil hasil persilangan.
Penulis mengungkapkan bahwa pesilangan kacang hijau varietas Walet , dan 3 nomor kacang hitam  yaitu VR-35, VR-34 dan lokal Madura No. 19/1 masih rendah , itu di tunjukan dari hasil polong yang di panen dalam 3 minggu hanya berkisar 21,7 – 51,3%
Sedangkan keberhasilan polinasi cukup tinggi dengan kisaran 72,5-90%. Hal ini menunjukan bahwa kekerabatan kacang hijau dan kacang hitam cukup dekat Hambatan genetik kurang berpengaruh sebelum fertilisasi, tetapi hambatan genetik ini berpengaruh nyata setelah fertilisasi (postzygotic barriers). Hal ini ditandai dengan tingginya polong muda yang gugur hingga hari ke-21 setelah polinasi, mencapai 76,5%. Gugur polong terjadi sejak hari pertama hingga 3 minggu setelah polinasi, bahkan polong yang sudah berbiji pun dapat gugur. Pada polong yang gugur, embrio umumnya kisut sehingga tidak dapat dikulturkan.


Gugurnya polong muda dapat disebabkan oleh inkompatibilitas
setelah fertilisasi, karena endosperma gagal berkembang sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan embrio.
Kualitas polong yang paling baik dihasilkan dari persilangan Walet dengan VR-35. Polong dapat berbiji dengan jumlah biji kisut hanya sedikit bahkan hamper tidak ada, kualitas bijinya baik dengan kotiledon yang terbentuk sempurna. Namun, persilangan Walet dengan VR-35 sulit dilakukan dengan keberhasilan persilangan hingga terbentuk polong hanya 21,7%, embrio yang gugur cukup tinggi (76,5%), tetapi keberhasilan polinasinya tertinggi (90%).
Hasil persilangan juga menunjukkan bahwa kacang
hijau dan kacang hitam mempunyai hubungan kekerabatan yang relatif dekat karena persilangan dapat menghasilkan F1 yang berkecambah. Namun, tingkat kedekatan tiga aksesi/varietas kacang hitam yang digunakan bervariasi, di mana aksesi VR-35 memiliki
hubungan yang paling dekat dengan kacang hijau dibandingkan aksesi VR-34 dan lokal Madura No. 19/1.
b.      Kultur embrio
Pengaruh umur polong setelah polinasi

Pada kultur embrio hasil persilangan antarspesies, umur embrio saat dikulturkan sangat mempengaruhi keberhasilan persilangan, mengigat embrio yang gugur sangat tinggi dan hal ini tidak dapat diduga sebelumnya.
       Persentase perkecambahan hasil persilangan tiga nomor kacang hitam pada umur embrio yang sama beragam. Persentase perkecambahan terbaik (55,13%) diperoleh dari embrio umur 3 minggu dari tetua jantan kacang hitam VR-35, dengan rata-rata waktu perkecambahan 5,4 hari setelah tanam. Perkecambahan hampir tidak terjadi pada embrio umur 3 minggu dengan tetua jantan kacang hitam VR-34, dan embrio yang berhasil berkecambah memerlukan waktu 29 hari setelah tanam. Biji hasil persilangan dengan tetua jantan VR-34 umumnya memiliki kulit yang pecah karena pertumbuhan kotiledon sangat pesat sehingga menghambat pertumbuhan embrio aksis. Hal ini menunjukkan bahwa embrio dengan kondisi yang tidak sempurna (embri terhambat oleh kotiledon) memerlukan waktu yang lebih lama untuk berkecambah. Hasil yang sama diperlihatkan oleh embrio umur 1 minggu hasil persilangan dengan kacang hitam VR-35 dan local Madura no 19/1, masing masing 31,4 dan 30,5 hari.

4.      Kesimpulan
Penulis member kesimpulan bahwa tetua kacang hitam VR-35 paling sesuai untuk disilangkan dengan kacang hijau dengan hasil persilangan F1 yang paling baik. Embrio dapat berkecambah sampai umur embrio 3 minggu setelah polinasi , kecuali pada persilangan dengan kacang hitam VR-34. Perkecambahan embrio secara in-vitro dapat dilakukan pada medium dasar Knudson. Penambahan BA 1 mg/l dapat meningkatkan persentase embrio berkecambah. Tunas sebanyak diperoleh dari perlakuan kolkisin 0,15% dan diinkubasi selama 2 hari. Jumlah kromosom terbanyak diperoleh dari konsentrasi kolkisin 0,25%. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar