Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 10, No. 1, 2005, pp. 24-34 M. Kosmiatin dan I. Mariska
ABSTRACT
Mungbean development in Indonesia is very low due to
complicated good seedling preparation, harvest not the same
time, and development of mungbean diseases without varieties
tolerant to diseases. Interspecific hybridization is a promising
way to get tolerant characters from wild species. Black gram
has a good tolerance to diseases but crossing with mungbean
often failed caused by incompatible among them. The
objectives of the experiment were to cross mungbean and
black gram, to rescue the embryo and doubling F1 plant with
cholchicine to yield F1 amphidiploid. Three black gram
varieties (VR-34, VR-35, No. 19/1) were crossed with mungbean
(Walet) in the greenhouse. Embryos were harvested at
1, 2, and 3 weeks after pollination. Sterile embryos were
cultured in Knudson and modified Knudson media combined
with BA 0 and 1 mg/l and MS media with addition of IAA 0.01
mg/l and kinetin 0.1 mg/l. Chromosome doubling was
conducted by treated the germinated embryos with 0, 0.05,
0.15, and 0.25% colchicine and incubated for 1, 2, and 3 days.
The result showed that using Walet as female parent and black
gram VR-35 as male parent produced the highest percentage
of succesful crossing. The embryos of the crosses could
germinate on different media used. Germination of the
embryos increased linearly with embryo age and the addition
of BA 1 mg/l. Shoots after chromosome doubling could be
produced from 0.15% colchicine treatment and incubated for
2 days.
[Keywords: Vigna radiata, V. mungo, interspecific hybridization,
embryo culture]
ABSTRAK
Pengembangan kacang hijau di Indonesia belum maksimal
antara lain karena sulitnya petani memperoleh benih yang
berkualitas, waktu panen yang tidak serempak, dan berkembangnya
penyakit yang tidak diikuti dengan penyediaan
varietas tahan penyakit. Persilangan antarspesies memungkinkan
untuk mendapatkan sifat ketahanan yang banyak terdapat
pada spesies liar. Kacang hitam memiliki ketahanan
terhadap berbagai penyakit dan memberikan harapan
keberhasilan bila disilangkan dengan kacang hijau. Penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan aksesi kacang hitam yang
sesuai untuk disilangkan dengan kacang hijau, umur yang tepat
Kultur embrio dan penggandaan kromosom hasil persilangan
kacang hijau dan kacang hitam
Embryo culture and chromosome doubling of mungbean and black gram hybrid
M. Kosmiatin dan I. Mariska
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
Jalan Tentara Pelajar Nomor 3A, Bogor 16111, Indonesia
ABSTRACT
Mungbean development in Indonesia is very low due to
complicated good seedling preparation, harvest not the same
time, and development of mungbean diseases without varieties
tolerant to diseases. Interspecific hybridization is a promising
way to get tolerant characters from wild species. Black gram
has a good tolerance to diseases but crossing with mungbean
often failed caused by incompatible among them. The
objectives of the experiment were to cross mungbean and
black gram, to rescue the embryo and doubling F1 plant with
cholchicine to yield F1 amphidiploid. Three black gram
varieties (VR-34, VR-35, No. 19/1) were crossed with mungbean
(Walet) in the greenhouse. Embryos were harvested at
1, 2, and 3 weeks after pollination. Sterile embryos were
cultured in Knudson and modified Knudson media combined
with BA 0 and 1 mg/l and MS media with addition of IAA 0.01
mg/l and kinetin 0.1 mg/l. Chromosome doubling was
conducted by treated the germinated embryos with 0, 0.05,
0.15, and 0.25% colchicine and incubated for 1, 2, and 3 days.
The result showed that using Walet as female parent and black
gram VR-35 as male parent produced the highest percentage
of succesful crossing. The embryos of the crosses could
germinate on different media used. Germination of the
embryos increased linearly with embryo age and the addition
of BA 1 mg/l. Shoots after chromosome doubling could be
produced from 0.15% colchicine treatment and incubated for
2 days.
[Keywords: Vigna radiata, V. mungo, interspecific hybridization,
embryo culture]
ABSTRAK
Pengembangan kacang hijau di Indonesia belum maksimal
antara lain karena sulitnya petani memperoleh benih yang
berkualitas, waktu panen yang tidak serempak, dan berkembangnya
penyakit yang tidak diikuti dengan penyediaan
varietas tahan penyakit. Persilangan antarspesies memungkinkan
untuk mendapatkan sifat ketahanan yang banyak terdapat
pada spesies liar. Kacang hitam memiliki ketahanan
terhadap berbagai penyakit dan memberikan harapan
keberhasilan bila disilangkan dengan kacang hijau. Penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan aksesi kacang hitam yang
sesuai untuk disilangkan dengan kacang hijau, umur yang tepat
Kultur embrio dan penggandaan kromosom hasil persilangan
kacang hijau dan kacang hitam
Embryo culture and chromosome doubling of mungbean and black gram hybrid
M. Kosmiatin dan I. Mariska
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
Jalan Tentara Pelajar Nomor 3A, Bogor 16111, Indonesia
TUGAS
PENGANTAR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
MENGANALISIS
JURNAL BIOTEKNOLOGI
NAMA
: KEVIN ALEXANDER LERRICK
NIM
: C51112250
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
TANJUNGPURA
2012/2013
2012/2013
JURNAL 1 : Kultur embrio dan penggandaan kromosom
hasil persilangan
kacang hijau dan kacang hitam
JURNAL 2
: Regenerasi Tanaman dan
transformasi genetic salak pohon untuk rekayasa buah partenokarpi
JURNAL 3
: Keragaman pola
pitabeberapa aksesi nenas beberapa analisis isozim
Jurnal 1:
Judul
Kultur embrio dan
penggandaan kromosom hasil persilangan
kacang
hijau dan kacang hitam
1. Pengantar dan Tujuan
Pengembangan kacang hijau di Indonesia belum maksimal antara lain karena
sulitnya berkembang nya penyakit dengan
tidak menyiapkan varietas yang tahan terhadap penyakit. Persilangan
antarspesies memungkinkan untuk mendapatkan sifat ketahanan yang banyak
terdapat spesies liar. Kacang hitam memiliki ketahanan terhadap berbagai
penyakit dan memberikan harapan bila di silangkan dengan kacang hijau.
Penulis bertujuan untuk mendapatkan aksesi kacang hitam toleran penyakit
kudis yang sesuai untuk disilangkan dengan kacang hijau varietas Walet,
mengetahui umur yang tepat untuk menyelamatkan embrio dan mencari formulasi
media yang sesuai untuk mengecambahkannya, serta mengetahui konsentrasi
kolkisin yang dapat menggandakan kromosom F1 hasil persilangan. Kacang
hijau sebagai tetua betina serta kacang hitam dengan tiga aksesi yaitu
no. VR-34, VR-35, dan lokal
Madura No. 19/1 sebagai tetua jantan.
2.
Metode
-
Subjek : Bahan tanaman yang
digunakan sebagai tetua persilangan adalah kacang hijau varietas Walet sebagai
tetua betina serta kacang hitam nomor aksesi VR-34, VR-35, dan local Madura No.
19/1 sebagai tetua jantan. Bahan tanaman ditanam di kamar kaca dengan pemupukan
sesuai dengan rekomendasi.
-
Tampat : penelitian ini
dilakukan pada bulan Oktober 2002 hingga Mei 2004 di laboratorium kultur
jaringan dan rumah kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetika Pertanian, Bogor.
-
Penulis menggunakan tiga
metode penelitian yaitu : persilangan kacang hijau dan kacang hitam, kultur
embrio , serta penggandaan kromosom.
Metode
1. Persilangan
kacang hijau dan kacang hitam
Dilakukan
di kamar kaca Kastrasi bunga yang akan
digunakan sebagai tetua betina dilakukan pada sore hari (pukul 16.00-18.00 WIB)
sebelum bunga mekar dan dipilih kuncup bunga yang diperkirakan akan mekar
keesokan harinya. Polinasi dilakukan setelah bunga mekar sempurna pada pukul
06.00-08.00 WIB. Polong dipanen pada umur 1, 2, dan 3 minggu setelah polinasi.
Selanjutnya polong disimpan dalam lemari pendingin selama 2 hari sebelum
diisolasi. Pengamatan dilakukan terhadap keberhasilan polinasi, jumlah polong
yang terbentuk, dan polong yang gugur. Keberhasilan polinasi dicirikan dengan
layunya bunga yang diserbuki dan munculnya bakal polong.
2. Kultur Embrio
Embrio yang akan dikulturkan diisolasi dari polong yang disimpan
di dalam lemari pendingin. Sebelum embrio diisolasi, polong disterilkan
kemudian embriodiisolasi dengan cara membuka kulit biji. Selanjutnya embrio ditanam/dikulturkan
pada medium perkecambahan. Embrio umur 1, 2, dan 3 minggu setelah polinasi
dikulturkan pada medium dasar Knudson dan Knudson yang dimodifikasi (Tabel
Lampiran 1) ditambah dengan BA 1 mg/l. Sebagai pembanding, embrio dikulturkan pada
medium MS yang ditambah dengan IAA 0,01 mg/l dan kinetin 0,1 mg/l (Gosal dan
Bajaj 1983). Pengamatan
dilakukan terhadap persentase
embrio yang berkecambah, waktu perkecambahan, serta penampakan kecambah dan
biakan in vitro.
3. Penggandaan kromosom
Penggandaan kromosom dilakukan pada embrio muda yang paling baik
perkecambahannya. Embrio digandakan dengan mengkulturkannya pada medium
perkecambahan dengan menambahkan kolkisin 0; 0,05; 0,15; dan 0,25% kemudian
diinkubasi selama 1, 2, dan 3 hari. Embrio yang sudah diperlakukan dengan kolkisin
disubkultur pada media pemulihan yaitu media Knudson + BA 1 mg/l yang ditambah
dengan arang aktif 0,2%. Pengamatan dilakukan terhadap persentase embrio yang berkecambah
dan jumlah kromosom pada jaringan yang diperlakukan dengan
3. Hasil
dan Pembahasan
a. Persilangan
kacang hijau dan kacang hitam
Pada
metode ini penulis menjelaskan keberhasilan persilangan antarspesies sangat
ditentukan oleh kedekatan kekerabatan nya. Semakin dekat kekerabatan nya
semakin meningkatkan hasil pesilangan. Sebaliknya hubungan yang semakin jauh
akan memperkecil hasil persilangan.
Penulis mengungkapkan bahwa pesilangan
kacang hijau varietas Walet , dan 3 nomor kacang hitam yaitu VR-35, VR-34 dan lokal Madura No. 19/1 masih rendah , itu di
tunjukan dari hasil polong yang di panen dalam 3 minggu hanya berkisar 21,7 –
51,3%
Sedangkan keberhasilan
polinasi cukup tinggi dengan kisaran 72,5-90%. Hal ini menunjukan bahwa
kekerabatan kacang hijau dan kacang hitam cukup dekat Hambatan genetik kurang berpengaruh
sebelum fertilisasi, tetapi hambatan genetik ini berpengaruh nyata setelah
fertilisasi (postzygotic
barriers). Hal ini ditandai dengan
tingginya polong muda yang gugur hingga hari ke-21 setelah polinasi, mencapai 76,5%.
Gugur polong terjadi sejak hari pertama hingga 3 minggu setelah polinasi,
bahkan polong yang sudah berbiji pun dapat gugur. Pada polong yang gugur,
embrio umumnya kisut sehingga tidak dapat dikulturkan.
Gugurnya polong muda dapat disebabkan oleh
inkompatibilitas
setelah fertilisasi, karena
endosperma gagal berkembang sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan dan
perkembangan embrio.
Kualitas polong yang paling baik dihasilkan dari persilangan
Walet dengan VR-35. Polong dapat berbiji dengan jumlah biji kisut hanya sedikit
bahkan hamper tidak ada, kualitas bijinya baik dengan kotiledon yang terbentuk
sempurna. Namun, persilangan Walet dengan VR-35 sulit dilakukan dengan
keberhasilan persilangan hingga terbentuk polong hanya 21,7%, embrio yang gugur
cukup tinggi (76,5%), tetapi keberhasilan polinasinya tertinggi (90%).
Hasil persilangan juga menunjukkan bahwa kacang
hijau dan kacang hitam
mempunyai hubungan kekerabatan yang relatif dekat karena persilangan dapat menghasilkan
F1 yang berkecambah. Namun, tingkat kedekatan tiga aksesi/varietas kacang hitam
yang digunakan bervariasi, di mana aksesi VR-35 memiliki
hubungan yang paling dekat
dengan kacang hijau dibandingkan aksesi VR-34 dan lokal Madura No. 19/1.
b. Kultur embrio
Pengaruh umur polong setelah polinasi
Pada kultur embrio hasil persilangan antarspesies, umur embrio
saat dikulturkan sangat mempengaruhi keberhasilan persilangan, mengigat embrio
yang gugur sangat tinggi dan hal ini tidak dapat diduga sebelumnya.
Persentase
perkecambahan hasil persilangan tiga nomor kacang hitam pada umur embrio yang
sama beragam. Persentase perkecambahan terbaik (55,13%) diperoleh dari embrio
umur 3 minggu dari tetua jantan kacang hitam VR-35, dengan rata-rata waktu
perkecambahan 5,4 hari setelah tanam. Perkecambahan hampir tidak terjadi pada
embrio umur 3 minggu dengan tetua jantan kacang hitam VR-34, dan embrio yang
berhasil berkecambah memerlukan waktu 29 hari setelah tanam. Biji hasil
persilangan dengan tetua jantan VR-34 umumnya memiliki kulit yang pecah karena
pertumbuhan kotiledon sangat pesat sehingga menghambat pertumbuhan embrio
aksis. Hal ini menunjukkan bahwa embrio dengan kondisi yang tidak sempurna
(embri terhambat oleh kotiledon) memerlukan waktu yang lebih lama untuk berkecambah.
Hasil yang sama diperlihatkan oleh embrio umur 1 minggu hasil persilangan
dengan kacang hitam VR-35 dan local Madura no 19/1, masing masing 31,4 dan 30,5
hari.
4.
Kesimpulan
Penulis member kesimpulan
bahwa tetua kacang hitam VR-35 paling sesuai untuk disilangkan dengan kacang
hijau dengan hasil persilangan F1 yang paling baik. Embrio dapat berkecambah
sampai umur embrio 3 minggu setelah polinasi , kecuali pada persilangan dengan
kacang hitam VR-34. Perkecambahan embrio secara in-vitro dapat dilakukan pada
medium dasar Knudson. Penambahan BA 1 mg/l dapat meningkatkan persentase embrio
berkecambah. Tunas sebanyak diperoleh dari perlakuan kolkisin 0,15% dan
diinkubasi selama 2 hari. Jumlah kromosom terbanyak diperoleh dari konsentrasi
kolkisin 0,25%.